Profil Maurice Morghan Nikmat

Sabtu, 21 Mei 2016

KEMBARA

laksana kembara kita menjahit arah
kembali pulang membawa selempang merah
namun masihkah kita di surga gerah ?
membagi arah
dan terus mandi segelas darah ?


Januari cerah, 31


KEMBARA

laksana kembara kita menjahit arah
kembali pulang membawa selempang merah
namun masihkah kita di surga gerah ?
membagi arah
dan terus mandi segelas darah ?


januari cerah, 31


Puisi Buat Ibu

PUISI BUAT IBU

Saban hari aku menggigil
Rindu pada pelangi
Kuyub bersama hujan
Itu karenamu 
Sampai ketika kutahu 
Bahwa pelangi yang pernah kau tabur dalam ingatan ini
Adalah tampihan rinai hujan pertama saat ku lahir
Dan seduhan dari doamu 
kala aku terjaga dalam hidup separuh angan
Ibu,..
Tampihkan pelangi itu lagi buatku!
Seduh lagi doamu!
Biar sampai esok aku masih punya pelangi darimu
Dan pasti kan kuceritakan pada kekasihku tentang pelangi buatanmu ibu...

                                                    Medio November 2015,
                                                     
                                                    Di puncak surga ketiga..
                                                    Pada senja yang memabukkan..
                                                    Kala birahi memenjarakan kata..

Jumat, 20 Mei 2016


EPISODE SAJAK

.._YESUS, LELAKI FARISI DAN PEREMPUAN BERDOSA_..


EPISODE 1
Malam itu…
Remang – remang cahaya bulan separuh rupa mengiringi langkah lelaki Farisi berbadan tegap dengan selembar papyrus usang di tangan kanannya, mengayuh langkah terburu menuju Guru…
Sandalnya hampir terlepas… Bergegas ditariknya tali yang membelit kedua kakinya sembari mengulum senyum kecil di sudut bibirnya. “ ah..Guru..! maklumlah aku orang farisi kaya yang miskin..” Katanya sedikit bergurau. “ Sempatkan waktu – Mu sejenak untuk mampir dalam perjamuan di rumahku. Kupastikan semuanya terjamin dan sandalku takkan lagi terlepas ”. tambahnya melengkapi maksud hatinya…
“ Baiklah. Pergilah dan siapkan segala sesuatu “. Sang Guru membalasnya…
Episode ini berakhir di bawah pohon kurma, kala mereka berdua saling membagi arah. Malam dengan bulan separuh rupa pun berakhir di sini…

EPISODE 2
Malam itu lagi..
Yesus datang dengan pakaian neces, berbaju katun halus buatan sang Ibu tercinta… sandalnya nampak kokoh di kedua kakinya…senyuman – Nya  menambah kesan elegant atas rambut pirang – Nya yang disisir membelah…
Yesus mengetuk pintu…” Ini Aku… bukalah pintumu bagi – Ku…”  Pintu jati tua itu pun terbuka dan mulailah yesus dengan perjamuan – Nya.
Episode ini menepi di rumah tua lelaki Farisi tadi, di atas meja kebahagiaan yang teramat suci. Yesus tersenyum…lelaki Farisi itu tersenyum…sementara semua anggota keluarga serta budaknya menelan segumpal tanda tanya…persetan !!
  
EPISODE 3
Masih di malam itu…
Sukacita berkeliaran mengejar setiap paras yang duduk mengitari meja perjamuan…sesekali anggur ditegak dengan kejam…sesekali kucing dan anjing pun mengamuk seolah menagih jatah. Sampai – sampai senduk lelaki Farisi itu terjatuh dan ia hanya tertawa atas nama kebodohan dan egonya sendiri…
Episode ini terus berlanjut sampai tak ada lagi kata dan sajak yang terucap di atas meja perjamuan itu…

EPISODE 4
Kala malam menuju poros takhtanya…
Datanglah perempuan berdosa membawa sebuah buli – buli pualam berisi minyak wangi…ia mengetuk pintu, masuk dan langsung mengambil tempat tepat di belakang Yesus sang Guru. Untaian kepingan air matanya pun berjatuhan dan terus mengalir membasahi rupanya yang penuh dosa…Yesus terhenyak dan membiarkan perempuan itu berbuat apa yang ingin ia lakukan.
Sahabat… Ternyata kepingan air mata yang terus berjatuhan itu dibalutnya pada kaki Sang Guru…Disekanya penuh kelembutan dengan rambut panjang kecoklatannya itu…sepanjang rasa bersalah dan dosanya…Dan di akhir amalnya itu ia sisipkan sejuta kecupan dari bibir yang paling hina pada punggung kaki Sang Guru lalu menaburkan minyak wangi itu atas nama tolak pusara…mengusir segala debu pada tapak Sang Guru…Ia tampak sedikit gila bukan ? menghabiskan sesuatu yang berharga pada apa yang menjilat tanah…
Yesus bangkit berdiri dengan semerbak wewangian yang menggairahkan…meraih tangan perempuan berdosa itu lalu membisikkan sepenggal kata yang mewakili seluruh perasaan – Nya : “ terima kasih saudari – Ku…”   Yesus masih meraih tangannya, menuntunnya mendekati lelaki Farisi itu dan mulai membuat sebuah analogi..
“ saudara – Ku…tengoklah betapa miskinnya dirimu sama seperti sandalmu yang hampir terlepas itu. Sejak awal Aku masuk membawa seikat sukacita untukmu engkau tak pernah menyadarinya… bahkan Aku  tak kauberi setimba air untuk membasuh kaki – Ku…tapi perempuan ini membasuhnya dengan kepingan air mata yang hangat dan membalutnya pada punggung kaki – Ku. Engkau tak memberi kecupan selamat datang di kening – Ku, tetapi ia sejak kedatangannya tak pernah berhenti mencium kakiku. Bahkan kaki – Ku diminyakinya dengan wewangian indah sementara engkau tak melakukannya sedikit pun pada – Ku “.
Episode ini beranjak pergi dari perjamuan ini dan hanya menyisakan selaksa sesal pada jiwa Lelaki Farisi mengagumkan itu.

EPISODE 5
Masih di malam mencengangkan itu…
Yesus memburatkan senyuman yang paling manis untuk perempuan berdosa itu…
Sementara lelaki Farisi itu tertunduk memikul sesal di atas meja perjamuannya…Di akhir episode kelima ini Yesus memeluk perempuan itu erat – erat sembari berbisik : “ Pulanglah..!! dosamu telah Kubenamkan. Imanmulah yang telah menjadi Mesias bagimu..”  Yesus melepaskan pelukan – Nya…perempuan itu berlalu…
Sementara di penghujung malam episode terakhir itu Yesus hanya menepuk punggung lelaki Farisi itu dan berkata lagi : “ undang Aku lagi untuk makan di rumahmu pada ulang tahunmu nanti..                             


Di Hembusan Angin September..

Di Puncak Surga Ketiga
Pada senja yang menggairahkan
Kala birahi memenjarakan kata..

Morghan's Pict

Naskah Drama - Raja Yang Hina


ABSTRAKSI SINGKAT
Raja Yang Hina adalah judul yang saya pikir paling sesuai dengan isi drama ini. Drama Raja Yang Hina ini mengisahkan seorang pastor yang menganggap dirinya paling suci, hebat, baik, layak dihargai dan dihormati. Ia melihat jabatan imamat yang ada padanya sebagai satu kesempatan untuk menyombongkan diri dan untuk mencapai keinginannya.  Bermula dari kedatangan pasangan muda yang meminta untuk pelangsungan sakramen pernikahan, namun karena kekurangan uang untuk memenuhi administrasi keuangan, maka sang calon istri memohon sang pastor untuk tetap melangsungkan pernikahan mereka dengan jaminan sang calon istri sendiri bekerja untuk sang pastor. Melihat si calon istri yang cantik ini menawarkan diri untuk bekerja membantu sang pastor, maka sang pastor memanfaatkan moment ini sebaik-baiknya. Ia memaksa Andre si calon suami untuk membiarkan calon istrinya bekerja agar ia bisa melancarkan aksinya. Namun naas menimpa sang pastor ketika ia berusaha memeluk dan mencium Nining calon istri Andre. Nining yang merasa diperlakukan tidak sopan melarikan diri sambil menangis. Hal ini memantik tanya banyak orang yang melihat Nining berlari sembari menangis itu. setelah mengetahui penyebabnya, orang banyak pun mencari sang pastor dengan perasaan marah, kesal dan benci. Dalam benak mereka, sang pastor yang adalah abdi Tuhan, yang tidak mungkin melakukan hal biadab seperti itu dianggap sebagai orang yang paling keji, orang yang paling bobrok dan sungguh tidak dapat dipercayai dan diharapkan lagi. Mereka yang mendapati sang pastor itu pun melancarkan proses penghakiman ala mereka sendiri secara brutal. Sang pastor akhirnya hanya bisa menuai pukulan, tendangan, amarah, hinaan dan makian dari orang banyak itu. namun terhadap perbuatan keji sang pastor, Andre dan Nining tidak membencinya. Mereka datang lagi menghampirinya, berusaha memadamkan amarah orang banyak dan lebih mulianya lagi memaafkan sang pastor. Akhir kisah ini ditutup dengan penyesalan sang pastor dan diakhiri dengan pelukan serta tangisan yang menderu-deru.

LOKASI
Setting tempat dalam drama ini adalah kediaman dan ruang kerja sang pastor. Serta akhir dari cerita mengambil tempat di jalanan umum.

KARAKTER
Sang pastor adalah tokoh utama, yang memainkan peran penting. Ia berwatak sombong. Bersikap angkuh, dan merasa paling hebat. Ia juga menganggap dirinya raja sehingga berhak atas orang lain
Andre merupakan tokoh pendukung. Berkarakter penurut dan berasal dari orang sederhana.
Nining merupakan tokoh pendukung tokoh utama. Gadis sederhana yang cantik dan rajin. Ia  rela melakukan apa saja asalkan ia dan Andre segera diberkati. Ia tampil sebagai perempuan yang menyuarakan keadilan, yang menuntut kesetaraan dalam tindakan kaum lelaki. 
Orang banyak, pemuda jalanan, perempuan setengah baya adalah tokoh pembantu yang tampil dalam klimaks cerita ini.

RAJA YANG HINA
Sang pastor memasuki panggung dengan membawa seikat perasaan bangga. Sembari berjalan mengitari panggung, sesekali ia menjumput jubahnya lalu menciuminya.

Pastor: hahahahaaa….sekarang aku telah menjadi seorang pastor. Lihat! Lihat! (sedikit menarik jubah dengan kedua tangannya sembari menunjukkannya kepada semua orang) lihat! Jubah yang kukenakan ini. Sungguh elegant bukan? Inilah yang aku dambakan selama ini. (menebah dadanya, bangga). Hahahahaa…mulai sekarang aku akan dihormati semua orang. Mulai dari yang kecil bodoh, anak muda, orang tua bahkan sampai kakek-nenek keriput yang tidak ada gunanya itu….(terus tertawa bangga). Aku pasti akan dianggap suci, baik dan tahu segala hal. Mereka akan mencium tanganku. Mereka akan patuh kepadaku. Mereka akan menyiapkan segala sesuatu yang aku perlukan. Dan aku akan selalu didahulukan di setiap kesempatan apapun. Oooohhhh….betapa luar biasanya aku yang sekarang ini. Cukup mengenakan pakaian putih ini dan aku akan menjadi raja segala raja. Haahaa…hahahaaaa…hahahaa…
Tiba-tiba lampu panggung mulai redup perlahan hingga akhirnya padam total. Suasana terasa mencekam dan sunyi sekali. Tiba-tiba terdengar suara yang berkata.
Mr. x : hahahahaha……hahahaha…(suara tertawanya membahana dan bergema di seluruh ruangan. Sementara si pastor itu terlihat celingukan mencari asal muasal suara itu). apaaaa??? sangkamu kaulah manusia terhebat? Jangan senang dulu sobat. Bisa saja apa yang kau banggakan dari dirimu sekarang ini akan membawa petaka besar bagimu di kemudian hari. Ya…ibarat api dari sebatang korek yang menjelma kobaran api dan akan menghanguskan dirimu sendiri. Hahaha…..hahaha…hahaaaaa…(suara tertawa perlahan-lahan meredup hingga lenyap).
Pastor: aaahhh…persetan dengan kau! Siapakah engkau? Siapa haaa…? Berani-beraninya menasehatiku seperti itu. Tidak tahukah engkau siapakah aku ini? Aku ini orang yang paling disegani, dihormati dan dihargaiiii…(berteriak seolah menegaskan predikatnya yang agung itu). heii…heiiii…heiii bangsattt…tidakkah engkau dengar? Heiiii…dimanakah engkau? Tunjukkan dirimu bila engkau hebat? Aaarrrggghhhh…
(berteriak-teriak sembari menegadah ke atas. Dan diakhir teriakannya yang mulai melemah, ia menjatuhkan lututnya perlahan-lahan).
Selingan music instrument (mellow)

Pastor: (Duduk termenung) apakah benar kalau apa yang kubanggakan sekarang ini akan berubah menjadi malapetaka bagiku? Kalau memang benar, mana buktinya? Kapan itu akan terjadi? Hahhahaa….(tawanya perlahan memuncak seolah menertawai dirinya sendiri) haaaahahaa… tidak mungkin! Tidak mungkin!

Sementara ia duduk termenung memikirkan tentang dirinya, datanglah pasangan muda, Andre bersama Nining, calon istrinya. Mereka datang dengan pakaian lusuh ala kadarnya. Mereka hendak menemui sang pastor untuk menyampaikan sesuatu hal.

Tok..tok…tok…(suara pintu diketuk berirama).
Pastor: Masuk!. (menoleh ke arah pintu).
Andre dan Nining: selamat pagi bapak pastor. (sapa mereka sembari menghampiri sang pastor lalu menyalami dan menciumi tangannya).
Pastor: (dengan sedikit berwibawa dan agak angkuh mempersilahkan mereka duduk). Yaa…silahkan duduk. Bagaimana? Apa maksud kedatangan kalian berdua kemari? (melipat kedua tangannya lalu melihat ke arah mereka berdua).
Andre: (Sedikit canggung dan agak takut). Begini bapak pastor, kami datang kesini untuk menanyakan kepastian pernikahan kami. Segala sesuatu mengenai syarat-syaratnya sudah kami penuhi. Hanya administrasinya saja yang be…lum.. se..(mengucapkan dengan terbata-bata sembari sesekali menunduk).
Pastor:  (menyela pembicaraan Andre). Apaaaa? (memukul meja lalu bangkit berdiri). Belum selesai? Jangan ngawur ya…apa kalian pikir bisa segera menikah kalau urusan administrasinya belum selesai seperti ini? Hahaha….tidak bisa! (mengayunkan telunjuk ke arah mereka berdua dan merangkul pundak mereka dari belakang).
Nining: minta maaf bapak pastor. Aa…aaa…jujur saja bahwa kami belum mempunyai cukup uang untuk itu. bisakah bapak pastor meringankannya untuk kami. Kami berjanji jika setelah selesai nikah kami berdua akan melunasinya.
Pastor: Apa kamu pikir aku bisa berbuat sesuatu untuk kalian berdua haaa?
Andre dan Nining: tolonglah bapak pastor. (serentak menjawab penuh pengharapan).
Pastor: (menopang dagu dan berpikir sejenak).
Nining: saya bisa bekerja apa saja untuk itu bapak pastor. Mencuci piring atau mencuci pakaian disini pun yang penting bisa mendapatkan uang untuk melunasinya. (memegang tangan sang pastor).
Pastor: (tersenyum dan melentikkan jarinya). Yaaa…yaa…yaa…tapi apakah kamu serius?
Nining: iya bapak pastor. Saya serius.
Pastor: bagus. Kalau begitu, pernikahan kalian akan saya laksanakan secepat mungkin. Asalkan kalian jangan memberitahukan kepada orang lain bahwa aku yang membantu kalian untuk ini. Dan mengenai pernyataanmu untuk bekerja disini itu adalah hal yang bagus. Tapi apakah kau keberatan jika calon istrimu yang cantik ini (menyentuh  pipi Nining) bekerja disini? (menghampiri andre dan bertanya padanya).
Andre: sa…sa…ya..sayaaa…
Pastor: (memotong perkataan Andre). Kau harus bersedia! Jika tidak, pernikahan kalian akan dibatalkan dan mungkin akan menjadi lebih rumit dari yang sekarang ini. Haha..hahaa…hahaa…
Andre: (meski dengan berat hati ia akhirnya mengiyakan saja). Baik bapak pastor. Saya tidak keberatan.
Pastor: bagus…bagus sekali. Sekarang pergi dari sini. Cepat pergi. Dan kau cantik, datanglah kemari besok. Akan kutunjukkan apa saja yang akan kau kerjakan disini. Hhahaaahahaa…(tertawa datar).

Sementara sang pastor tengah senang dengan keputusannya tadi, Andre dan Nining meninggalkan ruangan itu dan kembali ke rumah mereka. Sepanjang perjalanan pulang Andre hanya bisa menyesal atas keputusan Nining untuk bekerja mendapatkan uang dan menyesal atas sikap sang pastor yang tak seharusnya demikian.

Pastor: (menampar kedua pipinya perlahan). Heiii…apa aku bermimpi? Lihat saja. Dengan jabatanku sebagai pastor, aku bisa melakukan apa saja. Hal yang mudah bisa aku buat menjadi rumit.  Nining…Nining…kau kini telah berada dalam genggamanku cantik. Lihat saja apa yang akan terjadi selanjutnya.

Keesokkan harinya, Nining datang menemui sang pastor. Kali ini Nining datang dengan penampilannya yang mampu menawan hati sang pastor. Rambut panjangnya yang diikat keatas menambah daya tarik tersendiri bagi kaum lelaki. Nining tampil dengan membawa tas kulitnya yang berwarna hitam meski tersimpan sepenggal keraguan dalam binar matanya yang indah itu.

Pastor: ooohh….ckckckckc…lihat siapa yang datang. Kau datang juga Nining? (merangkul pundak Nining).
Nining: (mencoba melepaskan rangkulan sang pastor). Ah…aaa….tolong bapak pastor jangan seperti ini. Tidak baik kalau dilihat orang. (mulai mengambil jarak sedikit jauh dari sang pastor).
Pastor: oke…oke…santai saja Nining. Aku ini seorang pastor, tidak mungkin aku melakukan hal yang tidak baik terhadapmu. Jangan takut cantik. (mencolek dagu Nining). Baiklah. Sekarang ikut aku dan akan kutunjukkan kepadamu apa saja yang akan kau kerjakan disini. (sang pastor membawa Nining dan menjelaskan kepadanya tentang segala sesuatu yang akan ia kerjakan).
Nining: aah…apa saya langsung bekerja sekarang?
Pastor: tentu. Tunggu apa lagi. Sekarang pergilah bekerja. Dan jangan lupa, buatkan aku minuman pada jam 10.00 pagi dan 16.00 di sore hari. Paham?
Nining: baik bapak pastor. (setelah itu Nining mulai bekerja. Dari mencuci pakaian, merapikan ruangan-ruangan, menyapu, mengepel dan membuat minum untuk sang pastor).

Pekerjaan ini dilakukan Nining setiap pagi sampai sore tanpa beristirahat sedikitpun. Setelah selesai barulah ia pulang kembali ke rumah jam 17.00. Pekerjaan ini Nining lakukan dengan setia karena ia ingin pernikahannya dengan Andre calon suaminya itu segera dilangsungkan tanpa ada hambatan lagi. Begitulah pekerjaan ini berjalan beberapa hari, hingga di suatu hari terjadi sesuatu yang berada di luar dugaannya.

Jam 10.00 pagi Nining datang membawa minuman untuk sang pastor di ruang kerjanya. (perlahan mengetuk pintu lalu masuk).

Nining: ini minumannya bapak pastor. (meletakkan segelas teh dan sepiring roti selai, lalu bergegas meninggalkan ruangan sang pastor).
Pastor: (melihat Nining yang tampak cantik itu dengan penuh kekaguman. Ia memperhatikan cara Nining berjalan). Tunggu… kemari sebentar. (beranjak dari tempat duduknya, berusaha memeluk dan mencium Nining). Kau sungguh luar biasa.
Nining: (berontak melepaskan pelukan sang pastor). Bapak pastor apa-apaan ini. Mengapa berbuat seperti ini? (berusaha lari).
Tetapi rupanya sang pastor yang telah dibelit nafsu itu menangkap Nining secara kasar, menamparnya dan memaksanya untuk menuruti keinginannya. Sadar akan perilaku sang pastor yang kurang ajar itu, Nining menghamburkan dulang yang dipegangnya lalu berlari keluar sambil menangis tersedu-sedu. Nining berlari sepenuh tenaganya, berusaha melepaskan dirinya dari sang pastor yang kurang ajar itu. orang-orang yang dijumpainya di sepanjang jalan telihat heran dan bertanya-tanya apa gerangan sehingga Nining menangis seperti itu. Nining terus berlari membawa segudang rasa sakit hati. Sementara itu, sang pastor yang biadab itu terdiam tanpa kata di dalam ruangannya.
Pastor: aaarrgghhh….(nafasnya tersengal). mengapa aku bertindak segoblok ini. Oh Tuhan…celaka aku. (menutup mukanya penuh malu).
Sementara meratapi kebodohannya, tiba-tiba muncul begitu banyak orang lengkap dengan kayu, parang dan pisau. Mereka berusaha masuk ke dalam untuk mencari sang pastor yang biadab itu.
Orang banyak: dimana kau bersembunyi pastor bejat…keluar kau. Tunjukkan dirimu dan kami akan mencincangmu hidup-hidup. (terus berteriak-teriak menunjukkan kekesalan mereka).
Pastor: (kaget dengan kegaduhan yang terjadi). Mati aku…! Ahhhh….(mondar-mandir).
Akhirnya, orang banyak yang sedari tadi mencari-cari sang pastor menemukannya di dalam ruangannya. Mereka langsung menangkap sang pastor, menariknya keluar dan membawanya ke jalanan umum. Sementara itu mereka terus memukul sang pastor, meludahinya, menendangnya dan mengatainya habis-habisan. Sang pastor hanya meronta dan merintih kesakitan sambil derai kata maaf terus mengalir keluar dari mulutnya.
Perempuan paruh baya: dasar pastor kurang ajar. Berani-beraninya berbuat kurang ajar terhadap perempuan. Apa bapak pastor pikir perempuan itu lemah jadi seenaknya saja terhadap perempuan?
Lelaki muda: gila…dasar gila. Apa lagi yang bisa kita harapkan dari seorang pastor seperti ini? Selain kebodohan dan kebobrokan yang ia punya saat ini. Cuiiihhhh. (meludahi sang pastor).
Pemuda jalanan: ternyata dia tidak lebih dari saya yang tiap harinya menghabiskan waktu di jalan. Malahan mabuk-mabukkan, merokok dan memalak jauh lebih terhormat daripada perbuatannya ini.
Perempuan paruh baya: ya benar. Dia pikir dia siapa. Raja? Seenaknya saja bertindak atas nama imamatnya itu. anda lebih pantas menjadi raja bagi para sundal dan setan di neraka sana bapak pastor yang mulia. (orang banyak serentak menertawainya penuh sinis).

Orang banyak itu pun membuat pengadilan yang paling keji yang dianggap pantas dan setara untuk sang pastor. Pukulan, makian, cercaan, tendangan dan hinaan terus mendarat tanpa henti di tubuh sang pastor itu. hingga akhirnya, datanglah Andre bersama calon istrinya Nining untuk menghentikan pengadilan yang keji itu.

Andre: heiiii….heiii…cukup. cukup. Berhentilah mengadilinya. (masuk ke dalam kerumunan orang banyak dan memberhentikkan mereka).
Pemuda jalanan: untuk apa berhenti? Apa saudara senang dengan perbuatannya terhadap calon istri saudara?
Andre: (menjawab dengan nada keras). Saya memang tidak terima dengan perbuatannya itu. tapi apa salahnya jika kalian berhenti menghakiminya dan kita bicarakan baik-baik. Kasihan dia. (suasana perlahan menjadi tenang. Andre mengangkat sang pastor yang sudah babak belur dan tidak berdaya itu).
Pastor: maafkan saya Andre. Maafkan saya Nining. (melihat ke arah Andre dan Nining). Saya telah berlaku kurang ajar. Saya salah karena telah menggunakan kuasa dan wewenang saya sebagai imam dengan tidak bijaksana. Saya keliru. Saya pikir dengan imamat yang saya miliki ini, saya akan mendapat apa saja yang saya inginkan. Saya terlalu menganggap diri saya sebagai seorang raja yang harus dihormati, dihargai dan didengarkan. Kini saya telah sadar bahwa saya adalah seorang raja yang paling hina. Ya, raja yang hina. (menangis menyesali perbuatannya). Maafkan aku…maafkan aku…
Andre: sudahlah bapak pastor. Saya mengerti. Saya datang kesini juga bukan untuk menghakimi anda.
Nining: benar bapak pastor. Maafkan kami berdua juga. (menitikkan air mata).
(Nining, Andre dan sang pastor pun saling berpelukan. Antara mereka mengalir sejumlah tangis tiada tepi. Tangis penuh sesal. Tangis penuh perubahan. Tangis yang akan menjelma menjadi sukacita). Orang banyak pun mulai menyingkir satu per satu. Kini tinggal mereka bertiga dengan perasaan masing-masing yang tidak dapat dieja sekalipun dengan hati kita yang iba.

_The end_





PESAN SINGKAT
Sebagai calon imam, kita perlu mewaspadai sikap dan karakter yang dianut oleh sang pastor di atas. Imamat suci yang kita peroleh bukanlah menjadikan kita sombong dan kehilangan tujuan kita. Menjadi imam bukanlah mewujudkan obsesi kita untuk menjadi raja atas segala raja namun sebaliknya, menjadi imam berarti menjadi hamba sekaligus pelayan bagi sesama kita. Hendaknya kita mampu hidup murni sesuai dengan tri kaul yang kita ikrarkan di hadapan Tuhan dan sekali lagi jangan biarkan diri kita terjebak dalam lilitan klerikalisme yang akut hingga akhirnya membahayakan diri kita sendiri.









_MAURICE MORGHAN NIKMAT_
12 November ‘14

                                                                                                Di Puncak Surga Ketiga
Pada senja yang menggairahkan
Kala birahi memenjarakan kata..

CERPEN - Ijinkan Aku Tuk Terus Mencintaimu

“ IJINKAN AKU TUK TERUS MENCINTAIMU...”
Fajar telah berlalu. Senja mendekat. Matahari terkubur, rembulan pun kembali dari peraduannya. Di bawah guyuran hujan senja hari, seorang gadis cantik mengumpulkan pakaiannya dari kepungan hujan. Di sekitarnya tampak begitu asyiknya sekumpulan anak kecil bertelanjang dada yang berteriak kegirangan sambil bermain – main dengan sang hujan. Sudah hampir seminggu hujan tak pernah berhenti mengguyur sebuah kampung tua di atas bukit itu. Sudah hampir seminggu pula aktivitas di kampung itu berhenti total. Tak terkecuali Adelia, seorang gadis desa yang selalu diagung – agungkan  seluruh kaum lelaki di kampung itu. Ia sungguh luar biasa. dengan rambut hitamnya yang terurai sampai ke pinggang, Adelia berhasil membelenggu sekian banyak hati lelaki. Matanya yang berbinar kecoklatan serta senyuman kecil yang ia kulum tipis di sudut bibir mungilnya itu semakin menambah keagungan pesonanya. Siapa saja pasti mengenal Adelia. Kecantikkannya sungguh telah bermekaran di seisi kampung tua itu dan juga di seluruh hati kaum lelaki. Di kampung tua itu, Adelia dikenal sebagai gadis yang baik dan ramah serta selalu rela menolong orang lain. Sebagai seorang perawat di PUSKESDES di kampung tua itu, ia selalu memperhatikan orang – orang susah. Maka tak heran kalau kecantikkan dan kebaikkan hatinya telah menyebar di seisi kampung tua itu.
            Seperti biasa, pagi – pagi sekali Adelia sudah berangkat dari rumah menuju tempat kerjanya. ia pergi pagi – pagi sekali ketika fajar masih remang – remang dan ketika aktifitas kampung itu belum sibuk. Dengan pakaian putihnya yang rapi disetrika, ia menyusuri jalanan sembari membahukan tas kecil berwarna hitam yang selalu ia bawa ketika hendak ke tempat kerjanya. Di sepanjang perjalanannya, ia tak kunjung hentinya memberi salam hangat dan sunggingan senyum kecil  kepada setiap orang yang ia jumpai. Begitulah seterusnya sampai ia tiba di tempat kerjanya. ketika telah sampai, dilihatnya sekumpulan orang sudah menunggunya. Meski demikian ia tak terhenyak sedikit pun karena sudah menjadi hal yang biasa baginya. Sekali lagi dengan senyuman Adelia menyapa mereka dan dengan tenang pula ia menurunkan tas hitam kecilnya itu, membukanya, mengambil sebuah kunci dan kemudian membukakan pintu. Ketika ia telah mendapati meja kerjanya,
 ia mulai mempersilahkan satu per satu pasiennya masuk dan mulailah ia merawat mereka dengan penuh kasih sayang. Tak pernah ada keluhan yang keluar dari mulutnya meskipun ia telah merasa lelah dan keringat mengucur di sekitar wajahnya.
            Hari mulai siang dan pasiennya semakin bertambah. Dari sekian pasien wanita, ada pula seorang lelaki. Lelaki itu tampak kesakitan dengan raut muka yang sedikit memerah. Sesekali ia tertunduk lesu dan terlihat menarik nafas
dalam – dalam dan mendesiskannya dengan sedikit suara. Setelah cukup lama menunggu, maka tibalah gilirannya. Begitu lelaki itu masuk, keduanya tiba – tiba saja terdiam terpaku dan saling terpana ketika mata mereka beradu pandang. Saat itu semesta jadi hening. Bening. Tak ada kata – kata yang tercipta. Hanyalah detak jantung yang tumpah berkelana mengisi ruangan itu. Adelia celingak – celinguk. Mengusap rambut hitamnya lalu dengan sedikit gugup mempersilahkan  lelaki itu duduk.
“ A....aa....aaa... siapa namamu ? “ tanya Adelia sembari merogoh bolpoint dari saku bajunya dan mulai menulis apa yang diucapkan oleh lelaki itu.
“ Anima. “ Jawab lelaki itu datar.
“ Kamu tampaknya sedang sakit ? coba sampaikan keluhanmu padaku. Aku akan membantumu. “ ungkap Adelia dengan nada lembut.
“ Ya. Aku memang sakit. Begini bu perawat. Semenjak kecil aku sudah menderita penyakit jantung. Penyakit inilah yang kadang – kadang kambuh dan membuatku tersiksa.  Saat ini dadaku terasa sakit, kepalaku mau pecah saja rasanya. Tolong bantu aku bu perawat. “ ucap lelaki itu agak lirih.
“ Baiklah. Penyakitmu itu bisa membahayakan dirimu. Kamu harus cepat – cepat ditangani. Kalu begitu aku harus memeriksamu terlebih dahulu. “
Adelia beranjak dari meja kerjanya, menggeser kursi dengan perlahan lalu menuntun lelaki itu ke tempat tidur. Ia lalu menyuruhnya berbaring. Dengan tangan kanannya, ia meraih stetoskop yang berada di atas meja kecil di sampingnya.
“ Maaf  ya. Tolong buka bajumu sedikit. “  pinta Adelia dengan penuh hormat dan sangat hati – hati. Ia terhenyak ketika melihat Rosario hitam yang melilit di leher lelaki itu. Sambil terus memeriksanya, Adelia bertanya padanya.
“ Kamu juga orang Katolik ya ? “
“ Ya, benar. Tapi dari mana kamu tahu ? Apa kamu juga gadis katolik ? “ lelaki itu menimpalinya.
“ Aku tahu karena aku melihat Rosario yang ada di lehermu itu dan aku juga seorang Katolik. Tapi kayaknya kamu orang baru di sini. Aku belum pernah melihatmu sebelumnya. Dari mana kamu datang ? “
Lelaki itu  bangkit dari pembaringannya lalu menjawab Adelia.
“ Ya, kamu benar. Aku orang baru di sini. Baru kemarin aku datang dari kota ke kampung ini demi satu tugas yang sangat penting. Terima kasih karena kamu telah menolongku. “ lelaki itu menyunggingkan senyuman kecil pada Adelia dan Adelia membalasnya.
            Mereka berdua terus berbincang – bincang, saling bertanya dan setidaknya mulai timbul keakraban di antara mereka. Adelia tampak begitu bersemangat dan ceria. Tak disangka, rupanya Adelia telah menyimpan rasa untuk lelaki itu. Namun Adelia terpaksa harus memendam perasaannya itu karena ia belum tahu betul siapa lelaki itu. Perbincangan mereka berdua terpaksa harus disudahi  oleh tangisan seorang gadis kecil berambut ikal yang berusaha menghampiri Adelia. Wajah kecilnya berlinangan air mata. Adelia beralih dan merangkul gadis kecil itu. Dengan jemarinya yang lembut ia meyeka derai air mata yang tak kunjung henti mengalir dari kelopak mata gadis kecil itu. Dengan sentuhannya, tangisan gadis kecil itu mulai mereda. Adelia tersenyum lega melihatnya dan mengecup kening gadis itu. Sementara itu, lelaki tadi masih berdiri tidak jauh dari mereka, menyaksikan adegan penuh haru itu. Melihat kebijaksanaan hati Adelia, lelaki itu berdecak kagum dalam hatinya. Dalam hatinya lelaki itu menghaturkan selaksa pujian. Sungguh mulia hatinya. Kecantikkannya tidak hanya terpancar dalam wajahnya saja tetapi juga terpancar dari kedalaman hatinya yang penuh cinta. Amat beruntunglah lelaki yang bisa merebut hatinya. Lihat saja,  ia amat menyayangi gadis kecil yang malang itu. Adelia...Adelia... aku senang bisa berkenalan dengan gadis secantik dan sebaik kamu.
            Semenjak awal pertemuan Adelia dengan lelaki itu, ternyata secara diam – diam Adelia telah menyimpan perasaan cinta terhadapnya. Adelia selalu gelisah bila mengingat wajahnya. Betapa pertemuan itu membawa daya cinta yang maha sejati bagi Adelia. Karena cintanya akan lelaki itu, di sela – sela kesibukkannya Adelia berusaha mencari tahu tentang lelaki itu. Pencariannya akan lelaki itu akhirnya mendapat titik terang. Ia mendapat informasi yang cukup jelas tentang siapa sebenarnya lelaki yang ia kagumi dan cintai dalam hatinya itu. Dari orang – orang di seputar kampung itu, Adelia tahu bahwa lelaki itu bukanlah seorang awam biasa. lelaki itu ternyata adalah seorang Frater yang sedang menjalankan tugas pastoral di paroki tempat tinggalnya. Mendengar hal ini, tentu Adelia seolah tak percaya. Jantungnya berdegup cepat, tetes keringat mengalir tanpa permisi di wajahnya yang memucat. Sementara ingatannya kembali menghadirkan kisah dimana ia bertemu dengan lelaki itu. Sosok lelaki itu datang silih berganti,
mondar –  mandir mengisi pikirannya. Untuk sejenak Adelia terdiam terpaku. Dalam hatinya ia bergumam. Ahh... ternyata Anima adalah seorang Frater. Tapi mengapa ia tidak memberitahuku kalau ia seorang Frater ? Takutkah ia membeberkan statusnya itu ? Aku merasa berdosa sekali karena baru mengetahui  yang sebenarnya tentang dia. Jujur saja, aku telah merasakan yang namanya jatuh cinta. Tapi kali ini aku betul – betul gila karena aku terlanjur jatuh cinta dengan seorang Frater. Aahhh.......
            Adelia menepis pikirannya jauh – jauh  dan segera kembali ke rumahnya. Keesokkan harinya Adelia berusaha menemui lelaki itu di tempatnya. Dengan rambut yang dibiarkan terurai tak diikat, ia berjalan menyusuri jalanan menuju tujuannya. Tekadnya sudah bulat yakni ingin menemui lelaki itu dan mengutarakan cintanya. Dari kejauhan ia melihat sosok lelaki itu tengah mengenakan jubah putih sedang berdiri di sebuah taman. Adelia pun terus mendekat. Dengan tangan kanannya ia meraih tangan lelaki itu dari belakang sambil mengucap lirih nama lelaki itu.
“ Anima... “
Lelaki itu terhenyak dan segera membalikkan tubuhnya. Amat terkejutlah lelaki itu karena sosok yang berada di hadapannya itu adalah Adelia, seorang perawat cantik yang pernah menolongnya. Dengan sedikit gugup lelaki itu berusaha melepaskan tangannya dari genggaman Adelia.
“ Ada apa Adelia ? Mengapa kamu datang ke sini ?
Dengan berani Adelia menggenggam kedua tangan lelaki itu lalu dengan mata berkaca – kaca, ia menumpahkan seluruh perasaannya yang selama ini ia pendam.
Anima... mengapa sejak awal kita bertemu, kamu tidak memberitahuku kalau kamu itu seorang Frater ? saat ini di hadapanmu, aku mau jujur padamu. Biarkanlah jubah putih yang kamu kenakan sekarang ini menjadi saksi atas perasaanku ini.
Anima... belakangan ini aku amat gelisah dan tersiksa. Namun kegelisahan dan siksaan yang kurasa itu sungguh indah. Kamu tahu ?
Aku jatuh cinta. Aku jatuh cinta padamu Anima. Sungguh aneh karena kita baru saja bertemu, tetapi luar biasanya karena cinta di ladang hatiku telah bermekaran walau benih baru ditabur. Anima... apakah aku bodoh bila mencintaimu ? apakah aku berdosa bila memilikimu ? Salahkah aku bila jatuh cinta dengan seorang Frater sepertimu ?
Menyebut namamu saja menghadirkan sejuta kemilau di hatiku. Menatap dirimu saat ini adalah satu surga bagi kerinduan jiwaku. Kehadiranmu dalam ingatanku amat menggelisahkan aku. Apakah ini yang disebut cinta ?
Jawab Anima... Jawab...!!!
padahal belum lama aku mengenalmu. Meskipun begitu, aku tak pernah marah sedikit pun dengan waktu yang tak banyak memberiku kesempatan. Sekarang, terserah padamu mau menilaiku apa. Memang benar cinta itu gila dan buta. Saking gilanya, aku tergila – gila denganmu. Saking butanya, aku tak melihat bahwa yang kucintai ini adalah seorang Frater. Mungkin juga kamu akan bilang cintaku ini abnormal. Mencintai seseorang yang mengabdikan diri, hidup dan cintanya hanya untuk Tuhan semata.

Maafkan aku bila aku terlalu polos dan jujur di hadapanmu.
Maafkan aku karena aku terlalu berani mengatakan cinta padamu.
Meski kamu tak menerima cintaku, tolong ijinkan aku untuk terus mencintaimu, Fraterku sayang....

Dengan segera Adelia segera membalikkan tubuhnya dan menumpahkan seluruh perasaannya. Adelia berusaha menepiskan wajahnya dari kerumunan air mata yang membasahi kedua kelopak matanya. Ia berusaha untuk tetap tegar di hadapan Anima yang dicintainya itu. Dan untuk sesaat Adelia membiarkan rinai air matanya gugur dan membasahi hati dan seluruh jiwanya. Semesta pun hening. Bening. Hanyalah dedaunan di taman itu yang terus menjatuhkan diri ke atas bunga – bunga taman dan seluruh penghuni taman itu.
Semesta terhenyak kala Anima meraih tangan Adelia. Menyentuhnya dengan penuh kelembutan. Lalu mengusap pergi kerumunan air mata yang mengepung sepasang mata indah itu dengan jemarinya.
Tanpa sepenggal ucapan pun Anima langsung mendekap Adelia penuh kemesraan. Bersama dengan pelukan erat itu, Anima berbisik lirih ;
“Adelia…jujur saja kalau sudah sejak awal ketika kita bertemu, aku juga merasakan hal serupa sama seperti yang kau rasakan kini.
Adelia…aku sungguh telah terperangkap dalam tatapan nanar matamu yang kecokelatan itu. Aku juga telah terbelenggu oleh derai rambut hitammu yang panjang itu. Bahkan di setiap tatapanku kehilangan arah darimu, aku menjadi gelisah dan tak menentu.
Terima kasih untuk perasaan cintamu yang suci ini… Terima kasih untuk mata cokelatmu yang selalu membuatku merasakan cinta yang kuat dan kokoh dalam setiap tatapanmu…
Terima kasih untuk kebaikan dan ketulusan hatimu yang telah mengajarkan aku untuk selalu bersikap rendah hati…
Terima kasih untuk senyuman yang selalu kau sematkan untukku, dan dengan itu kupercaya bahwa kaulah warna yang hilang dalam lukisan hatiku…
Dan kini…ingin kubingkai semua perasaanku dalam ciuman suci  ini Adelia…”

Anima melepaskan pelukannya lalu mencium kening Adelia penuh cinta.  Ia tersenyum dan kembali mengucapkan sesuatu.
“Maafkan aku Adelia…
Aku tak bisa bersamamu untuk selamanya.
Aku tak bisa untuk terus mencintaimu dengan statusku sebagai Frater...
Kuakui bahwa aku juga mencintaimu. Sangat mencintaimu. Tapi kuingin kau mengerti bahwa cinta itu tak selalu harus memiliki. Adelia, kau dan aku memang dilahirkan untuk saling mencintai. Tapi kita tak pernah ditakdirkan untuk bersama.
Biarlah perasaan sucimu ini kusimpan dalam hatiku.
Sekali lagi aku juga mencintaimu Adelia…
Tapi maafkan aku…”
Anima melepaskan pelukannya. Ia berlari menjauhi sosok cantik yang dicintainya. Sosok penuh kelembutan yang mungkin tak akan pernah dijumpainya lagi setelah saat itu. Sementara Adelia terpaku membisu membiarkan tangisannya mengiringi kepergian Anima.
Di akhir kisah suci ini, Adelia terus berkata lirih ditemani tangisan yang semakin menjadi – jadi ;
“Tapi ijinkan aku ‘tuk terus mencintaimu Fraterku sayang…”
Anima pun berlalu. Adelia bergegas membagi arah. Anima pergi entah kemana.
Sementara di ruang rindu, Adelia terus mencintainya. Tak peduli apapun.***

…_medio januari_...